Mbeteng Sata

Mbeteng Sata adalah sebuah situs bersejarah yang terletak di Desa Campurejo, Kecamatan Tretep, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Keberadaannya tak bisa dipisahkan dari jejak perjuangan Pangeran Diponegoro dalam Perang Jawa (1825–1830)—salah satu bentuk perlawanan terbesar terhadap kolonialisme Belanda di tanah Jawa.

 

Jejak Pelarian Laskar Diponegoro

 

Setelah Pangeran Diponegoro ditangkap secara licik oleh Belanda di Magelang pada tahun 1830, sebagian pengikut setianya memilih melarikan diri ke wilayah utara, menuju lereng Gunung Prahu. Kawasan ini yang kini menjadi Desa Campurejo dan sekitarnya, kala itu merupakan daerah terpencil yang sulit dijangkau oleh tentara kolonial—sehingga menjadi tempat perlindungan ideal bagi laskar Diponegoro.

 

Di sinilah dibangun sebuah gundukan tanah tinggi yang berfungsi sebagai pos pemantauan dan tempat persembunyian. Dari titik ini, para pejuang dapat mengawasi pergerakan musuh dari arah timur hingga selatan. Tempat tersebut kemudian dikenal dengan nama Mbeteng Sata, menjadi saksi bisu perlawanan rakyat kecil yang terus setia pada cita-cita kemerdekaan meski pemimpinnya telah ditawan.

 

Makna di Balik Nama "Mbeteng Sata"

 

"Mbeteng", diyakini berasal dari pelafalan lokal kata “benteng”, merujuk pada fungsi pertahanan tempat ini pada masa lalu.

 

"Sata", berasal dari kata "tembakau", tanaman utama di daerah ini dan simbol identitas agraris masyarakat Campurejo.

 

Gabungan nama ini mencerminkan perpaduan antara semangat perjuangan dan kehidupan para petani tembakau di lereng Gunung Prahu.

 

Jejak Lain dan Pohon Kantil: Petunjuk Tak Tertulis

 

Menariknya, di berbagai titik di sekitar Campurejo dan Tawangsari ditemukan tanaman bunga kantil, yang diyakini menjadi penanda spiritual dan simbol keberadaan orang-orang dari lingkungan Keraton Yogyakarta. Di sebelah selatan Mbeteng Sata, terdapat lokasi yang disebut sebagai tempat persinggahan Kyai Surodipo, salah satu panglima Laskar Diponegoro.

 

Jika ditarik garis lurus ke arah utara, akan ditemukan makam Kyai mangkuyudho dan Kyai notoyudho di Dusun Bakal, yang juga ditanami bunga kantil. Bahkan di Petilasan makam panjang, tanaman yang sama juga tumbuh. Ini menandakan bahwa kawasan Campurejo dan Tawangsari kemungkinan besar dahulu merupakan jalur pelarian, persinggahan, sekaligus tempat bermukim para pengikut Pangeran Diponegoro.

 

Makam panjang diyakini sebagai persinggahan Kyai mangkuyudho dan notoyudho sedangkan Mbeteng Sata mungkin digunakan sebagai titik pantau strategis atas wilayah Kabupaten Temanggung hingga lereng Merapi dan Merbabu.

 

Pelestarian Warisan Sejarah

 

Seiring waktu, gundukan tanah ini sempat nyaris hilang tertelan alam dan waktu. Namun, kesadaran akan pentingnya pelestarian sejarah mendorong Pemerintah Desa Campurejo untuk memulihkan dan menjaga keberadaannya. Tempat ini kemudian di bangun benteng dan kawasan ini dijadikan ruang edukasi sejarah serta objek wisata berbasis kearifan lokal.

 

Kini, Mbeteng Sata tak hanya menjadi simbol keteguhan perjuangan masa lampau, tetapi juga lambang pertemuan antara warisan sejarah dan jati diri agraris masyarakat di lereng Gunung Prahu. Ia adalah saksi perjuangan tak tertulis, yang kisahnya tetap hidup di hati masyarakat Campurejo.

mbeteng sata adalah wujud dari pertahanan petani tembakau untuk tetap hidup dan sejahtera


Tuliskan Komentar anda dari account Facebook
chat
chat
...
WISATA: mBETENG SATA Ujung Temanggung Utara yang indah dan nyaman

Deskripsi:

Dahulu Warga Desa Campurejo dan sekitarnya menjadikan tanah ini sebagai lokasi pengungsian saat era penumpasan DI/TII. Bentuknya juga dulu memang seperti benteng yang te...

Lihat